Tujuan Zara, menurut pendiri dari Inditex , sebagai perusahaan yang menaungi Zara adalah untuk mendemokrasikan fashion, dengan menawarkan fashion terbaru dengan kualitas medium dan harga terjangkau . Yang membedakan Zara dengan kompetitornya adalah waktu perputarannya yang cepat, dan toko sebagai sumber informasi (Lopez & Fan, 2009) .
Zara berhasil menerapkan pergantian dari push dari pabrik dengan pull dari market driven. Zara mengetahui bahwa kecepatan pergantian dari produk fashion bisa membuat konsumen untuk datang kembali. Produk yang terbatas tetapi pergantian model yang cepat hanya berjarak kurang lebih 4 minggu membuat Zara dikenal sebagai fast fashionnya. Hal tersebut berkaitan dengan system logistic termasuk didalamnya system informasi yang diterapkan oleh manajemen Zara. Dengan system tetap terpusat di kantor pusat di Spanyol dengan pabrik yang sebagian besar di Eropa dengan tujuan agar tetap bisa terawasi dalam segi kualitas produksi , Zara berusaha untuk unggul bukan dalam memprediksi tapi menyediakan apa yang memang sedang dibutuhkan oleh pelanggan saat ini (Supply chain management, 2012).
Salah satu fungsi dari Channel member menurut Kotler & Keller adalah mengenai pengumpulan informasi. Zara menempatkan tokonya sebagai poin akhir dari suatu proses tetapi juga berpengaruh pada desain dan kecepatan dari produksinya. Hal tersebut merupakan akhir dan awal dari sebuah bisnis sistem Zara. Sistem produksi zara menurut Fabrega (2004) bahwa dimulai dari penilaian konsumen terhadap design terbaru, dan informasi yang dikumpulkan oleh staffnya di seluruh dunia.
Martinez menyebutkan bahwa Manajer outlet akan melaporkan apa yang paling laku dan tidak, apa yang disukai pelanggan. Kemudian designer di pusat akan menganalisa dan membuat kembali design baru yang sesuai dengan keinginan trend pelanggan saat ini (Lopez & Fa, 2009). Hal tersebut sesuai dengan apa yang disebutkan dalam teori bahwa retailer dalam pasar global dapat menjadi sumber informasi real time untukmengetahui keinginan konsumen dan menjadikannya keunggulan dalam bersaing dengan kompetitornya (Kotabe & Hensen, 2009).
Zara menanamkan modal yang tidak sedikit untuk riset dan pengembangan dari supply chain management , lebih besar dari budget untuk promosi (SWA, 2006). Zara bekerjasama dengan ahli ahli IT dari MIT dan UCLA. Fokusnya adalah untuk menemukan model yang tepat untuk pengambilan keputusan yang tepat dalam alokasi stok bagi outlet outlet Zara di berbagai tempat (Supply Chain Management, 2012).
Zara juga selektif dalam memilih lokasi dari supplier bahan bakunya. Model idealnya bukan hanya dilihat dari segi lokasi secara geografis saja tetapi juga kemampuan mereka , calon supliernya untuk merespon secara cepat order produksi. Maka tidak heran jika 65 % dari supliernya berasal dari Eropa (Supply Chain Management, 2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar